Di ketinggian Pegunungan Zagros Iran terdapat desa Sar Aga Sed, sebuah desa yang telah terlupakan selama 600 tahun. Desa terpencil ini, yang hanya bisa dijangkau melalui jalur pegunungan berliku, merupakan sebuah permata tersembunyi yang menarik. Tempat yang kaya sejarah, dan dipenuhi dengan cerita-cerita yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Karakteristik unik desa ini dapat dengan jelas terlihat melalui arsitektur yang dimilikinya - sebuah contoh yang menakjubkan dari harmonisasi antara tempat tinggal manusia dan lingkungan alam. Rumah-rumah ini, yang dibangun dengan tangga, mengalir menuruni lereng gunung, dengan setiap atap berfungsi sebagai halaman rumah di atasnya. Desain yang cerdas ini tidak hanya memaksimalkan penggunaan ruang di medan yang curam, tetapi juga mencerminkan kecerdikan dan kemampuan adaptasi penduduk desa.
Disini anda dapat menikmati alam yang terjal namun
menyenangkan, dengan kebun hijau, air terjun, dan iklim pegunungan yang
menyegarkan merupakan pemandangan yang memikat dan membekas dalam ingatan.
Setibanya di sana, pengunjung akan disambut dengan keramahan
hangat khas pedesaan Iran dengan penduduk desa yang hidup sangat sederhana
namun Bahagia.
Kehidupan mereka, meskipun tidak memiliki banyak gaya hidup
modern, tetapi kaya akan hal hal lain. Penduduk di sini tumbuh dalam hubungan
yang erat, di mana semua orang saling mengenal, dan ada ritme tertentu dalam
kehidupan di sini, yang tidak ditentukan oleh jam, melainkan oleh matahari dan
musim.
Arsitektur Sar AgaSed tidak hanya memanjakan mata tetapi
juga merupakan keajaiban alam. Rumah-rumah yang dibangun dari bahan bahan
disekitarnya menyatu dengan pegunungan seolah olah selalu menjadi bagian
darinya. Dindingnya yang tebal, terbuat dari batu dan lumpur, memberikan tempat
tinggal yang sangat baik, menjaga ruangan tetap sejuk di musim panas, dan
hangat di musim dingin.
Baca Juga: Menjelajahi Kehidupan di daerah kumuh terapung TERBESAR dan TERKOTOR di dunia
Atap datar tidak hanya praktis sebagai tempat tinggal tetapi
juga untuk menampung air hujan, sumber daya berharga di wilayah gersang ini.
Setiap rumah, dengan dekorasi sederhana dan desain uniknya menceritakan kisah kehidupan yang selaras
dengan lingkungan.
Komunitas desa, meskipun kecil, merupakan mikrokosmos dari
masyarakat pedesaan Iran. Keluarga-keluarga di sini telah hidup selama beberapa
generasi.
Struktur sosialnya bersifat tradisional, dengan para tetua
dihormati dan keputusan komunal dibuat secara kolektif. Masyarakat Sar AgaSed
tidak hanya berbagi suka dan duka, tetapi juga melakukan tugas sehari hari
dengan saling membantu.
Mulai dari bertani di lahan bertingkat hingga menyiapkan
makanan bersama, setiap kegiatan merupakan kesempatan untuk mempererat ikatan,
dan menegaskan kembali hubungan mereka satu sama lain dan tanah mereka. Sar
AgaSed lebih dari sekedar desa yang indah; ini adalah museum budaya dan tradisi
yang hidup.
Letaknya yang terpencil justru membantu melestarikan cara
hidup yang jarang ada di dunia modern. Di sini, tradisi tidak sekedar dikenang
tetapi dijalani. Dari makanan hingga pakaian yang mereka kenakan, setiap sisi
kehidupan merupakan cerminan dari sejarah mereka.
Desa ini juga membawa kenangan masa lalu dengan model
jendela yang sebagian besar tidak berubah selama berabad-abad. Mengunjungi Sar
AgaSed adalah perjalanan kembali ke masa lalu, ini adalah pelarian dari
kehidupan modern yang penuh tekanan menuju dunia di mana alam dan tradisi
mengarahkan langkahnya.
Pengalaman di desa ini memiliki efek transformatif,
memberikan wawasan tentang cara hidup yang mengutamakan komunitas, keberlanjutan,
dan harmoni. Desa ini adalah pengingat akan kebahagiaan hidup yang lebih
sederhana, dan keindahan abadi dari ketangguhan dan kecerdikan manusia.
sejarah Sar AgaSed memiliki berbagai legenda yang beredar,
Menurut cerita penduduk setempat, nama Sar AgaSed berasal dari kuil suci Seyed
Isa.
Seyyed Isa, keturunan Imam ketujuh agama Syiah, diyakini
telah dimakamkan di bawah desa tersebut sekitar 600 tahun yang lalu.
Desa ini terletak di ketinggian 2.500 meter, dan karena
alasan ini, saat musim panas sangat terik, sedangkan di musim dingin sangat
dingin.
selama musim dingin, desa ini mengalami hujan salju yang
lebat, dengan ketebalan salju mencapai 5 meter, yang membuat desa tidak dapat
di kunjungi di musim dingin.
Rumah-rumah di Sar AgaSed kebanyakan berlantai dua, dengan
lantai bawah digunakan untuk memelihara ternak selama musim dingin, sedangkan
lantai atas berfungsi sebagai tempat tinggal.
Ketika hewan-hewan ini dipelihara di ruang tertutup di
lantai satu, panas tubuh hewan ini naik ke lantai atas, ini adalah strategi
kuno yang digunakan di banyak daerah pedesaan, terutama di daerah beriklim
dingin.
Di hampir semua rumah dengan satu ruangan ini, tidak ada
jendela, desain yang kemungkinan besar dibuat untuk menyimpan panas, dan
memberikan perlindungan terhadap cuaca pegunungan yang keras.
Interior rumah-rumah di sini didekorasi dengan indah, Karpet dan permadani yang ditenun dengan tangan menutupi lantai, menambah kehangatan dan warna. Tempat duduk biasanya berupa bantal dan sofa rendah yang diletakkan di sekeliling ruangan.
Baca Juga: Ribuan Tahun Tinggal Di Atas Tebing, Menempuh Jalan mautuntuk Kembali Ke Desa
Dindingnya dihiasi dengan kerajinan tangan lokal, tekstil,
dan terkadang foto atau lukisan, yang mencerminkan warisan artistik daerah
tersebut.
Kurangnya toilet pribadi di rumah-rumah ini semakin
menegaskan kesederhanaan hidup. Satu-satunya toilet yang tersedia adalah toilet
yang ada di masjid, yang melayani seluruh masyarakat, meskipun mereka yang
tinggal terlalu jauh dari toilet kemungkinan besar akan memanfaatkan alam untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
Dari semua fasilitas modern, desa ini hanya memiliki
listrik, meski listrik padam saat musim salju. Atap datar tersebut selain
berfungsi sebagai halaman, juga digunakan untuk berbagai aktivitas, termasuk
menjemur hasil panen dan arisan, sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dari
kehidupan sehari hari di desa.
bentuk dan orientasi bangunan sering kali diselaraskan untuk
memanfaatkan cahaya alami dan ventilasi, sehingga menunjukkan pemahaman
intuitif tentang praktik kehidupan berkelanjutan.
Jalanan dan gang yang sempit dan berkelok kelok, mengikuti kontur alami tanah, menciptakan nuansa jalan sempit. Tata letak ini, meskipun tampak serampangan, sebenarnya merupakan adaptasi yang disengaja terhadap medan curam dan cuaca buruk.
Jumlah pasti penduduk desa ini tidak diketahui, meskipun
diperkirakan berjumlah sekitar 4.000 orang. Sebagian besar penduduk di Sar
AgaSeyed adalah pengembara Bakhtiari, yang datang ke desa ini pada bulan Mei
dan meninggalkannya sebelum datangnya musim dingin yang keras. Suku Bakhtiari dikenal
dengan budayanya yang khas dan semi pengembara masih mempengaruhi gaya hidup
mereka.
Bahasa yang digunakan di sini sebagian besar adalah Luri,
cabang dari bahasa Iran yang membawa cerita, nyanyian, dan peribahasa yang
diwariskan secara turun temurun.
Meskipun bahasa Persia juga dipahami dan digunakan secara luas, tetapi Bahasa Luri tetap menjadi detak jantung komunikasi sehari hari.
Pakaian tradisional mereka berwarna-warni dan dibuat dengan
tangan, sedangkan Rutinitas harian di desa ini lebih ditentukan oleh ritme alam
dibandingkan jam, dengan pria dan wanita terbit bersama matahari.
Penduduk setempat di sini mencari nafkah dari pertanian,
serta beternak domba dan sapi. Selain itu, mereka juga melakukan penambangan
garam dari tambak garam di dekat desa.
Prosesnya dimulai dengan ekstraksi garam dari tambang,
Setiap keluarga memiliki area tersendiri di tambang garam.
Garam yang diekstraksi kemudian dilakukan pengeringan dengan
menggunakan matahari, Caranya dengan menebarkan garam di tempat terbuka dan
membiarkannya mengering. Setelah garam cukup kering, garam dikumpulkan dan
disimpan dalam karung. Karung-karung ini kemudian digunakan untuk konsumsi desa
atau dijual sebagai sumber pendapatan.
Produk pertanian di desa Iran ini antara lain gandum, kentang,
produk peternakan, produk susu, dan tentu saja garam. Selain berpartisipasi
dalam pekerjaan-pekerjaan ini, perempuan di desa ini sebagian besar
mengumpulkan kayu untuk memasak dan menghangatkan rumah mereka.
Para wanita Sar Agased masih memasak makanan di atas api
kayu dan memanggang roti di oven rumah.
Masakan desa ini tergantung pada apa yang disediakan oleh
alam yang belum tersentuh di sekitarnya. Desa ini dikelilingi oleh pohon ek dan
pisang raja, buah pohon ek merupakan bahan untuk membuat roti khas desa ini
yang di sebut Nan Golak.
Anak-anak di Sar AgaSed mengalami masa kanak-kanak yang
sangat berbeda dengan anak anak di perkotaan. Mereka melakukan rutinitas
sehari-hari kehidupan desa, dan anak anak diasuh tidak hanya oleh orang tuanya,
tetapi juga oleh seluruh penduduk desa.
Pendekatan kolektif terhadap pengasuhan anak ini menumbuhkan
rasa memiliki dan keamanan di antara anak anak. Beberapa anak bersekolah di
sekolah setempat, sebuah sekolah kecil yang menyediakan pendidikan hingga kelas
lima, dan untuk melanjutkan pendidikannya, siswa harus pergi ke kota kota
sekitar desa.
Di kediaman keluarga dengan sejarah terpanjang di desa, terdapat ruangan luas yang berperan penting – ini adalah satu-satunya supermarket di desa yang di isi dengan berbagai barang yang diperlukan untuk kebutuhan masyarakat di sini.
Selama bulan-bulan musim dingin yang keras, ketika hujan
salju lebat mengisolasi desa dengan menutup jalan, supermarket ini menjadi
semakin kritis. Desa tersebut, pada masa-masa seperti ini, benar-benar terputus
dari dunia luar, kekurangan listrik, jangkauan telepon seluler, dan akses
eksternal.
Isolasi ini bisa berlangsung hingga 6 bulan hingga jalan
kembali dibuka. Oleh karena itu, toko kelontong ini menjadi tempat terpenting
untuk menjamin kehidupan warga di lingkungan terpencil ini.
Di pintu masuk desa, kita dapat menemukan kuil Aga Seyed,
yang memiliki makna spiritual dan komunal yang sangat besar bagi penduduk desa.
Kuil ini didedikasikan untuk Imamzadeh, yang dimakamkan di desa, dan merupakan
tempat yang tenang dan relegius, di mana penduduk desa dan pengunjung dapat
berdoa dan merenung. Ini berfungsi sebagai pusat spiritual, menawarkan rasa
damai dan kenyamanan bagi mereka yang memasukinya.
Baca Juga: Bagaimana Kehidupan di Negara yang Paling Dekat denganBulan?
Kuil Aqa Seyed menjadi titik fokus pertemuan masyarakat,
terutama pada hari raya dan peringatan keagamaan. Masyarakat desa Sar AgaSed
sangat setia terhadap upacara keagamaan dan keyakinan agama. Acara keagamaan
megah diadakan di tempat suci tersebut, termasuk bulan Ramadhan dan hari
berkabung di bulan Muharram.
Seiring dengan berkembangnya kesadaran akan desa indah ini,
minat wisatawan juga meningkat karena daya tarik arsitekturnya yang unik,
keindahan alam yang menakjubkan, dan budayanya yang kaya.
Masyarakat Sar Aga-Sed, dengan rasa keramahtamahannya yang
mengakar, menyambut peningkatan jumlah pengunjung dengan tangan terbuka. Mereka
melihat pariwisata sebagai peluang untuk berbagi cara hidup, tradisi, dan
cerita dengan dunia luar. Pengunjung akan disambut dengan senyum hangat dan
diajak untuk merasakan kehidupan sehari hari desa, mulai dari mengamati tenun
permadani tradisional hingga berpartisipasi dalam festival dan perayaan
setempat.
Interaksi dengan wisatawan juga memberikan nilai ekonomi
bagi desa tersebut, dan Banyak penduduk yang menemukan sumber pendapatan baru
melalui pariwisata, seperti mendirikan homestay kecil, menawarkan tur
berpemandu, atau menjual kerajinan tangan dan hasil bumi setempat.
Karena sifat alami Sar Aga-Sed, tidak banyak pilihan untuk
tinggal di desa. Namun, meningkatnya jumlah wisatawan domestik dan
internasional telah menyebabkan berkembangnya rumah-rumah lokal yang disewakan.
Semua wisatawan yang berkunjung ke desa ini dan berniat
bermalam di dalam rumah unik ini dapat menginap di rumah penduduk desa, dan membayar
biaya akomodasinya.
Pada musim panas, wisatawan akan diterima di tenda yang
didirikan oleh penduduk desa di puncak gunung, dan Wisatawan juga dapat membawa
perlengkapan berkemah sendiri dan berkemah di dekat desa. Cara lain untuk
berkunjung adalah dengan bermalam di hotel-hotel di kota terdekat dan
mengunjungi desa tersebut pada siang hari.
Waktu ideal untuk mengunjungi Desa Sar AgaSed adalah saat
musim dingin dan musim panas. Musim dingin yang dimulai pada bulan April,
dengan cuaca yang sejuk dan cuaca bisa berubah menjadi semakin dingin saat hari
semakin gelap.
Musim semi juga merupakan waktu yang tepat untuk menyaksikan
migrasi pengembara Bakhtiari ke desa, sehingga memberikan pengalaman yang unik.
Kehadiran tenda suku pengembara Bakhtiari di sekitar desa
menambah kekayaan budaya kawasan tersebut. Selain itu, menyaksikan pemandangan
alam yang menakjubkan dari ketinggian di atas desa selama musim ini sangatlah
menakjubkan.
Dari semua yang kita ketahui sejauh ini, kita harus
menyebutkan sisi negatif dari kehidupan di komunitas terpencil dan terisolasi
ini. Salah satu permasalahan yang cukup menggangu adalah permasalahan membuang
sampah sembarangan. Meskipun terdapat tempat sampah, desa ini masih berjuang
dengan permasalahan sampah yang terlihat.
Situasi ini disebabkan oleh kurangnya infrastruktur
pengelolaan sampah atau kesadaran lingkungan di kalangan warga.
Rumah-rumah karena struktur satu ruangan tanpa jendela,
memberikan privasi dan kenyamanan terbatas. Kurangnya toilet pribadi, dimana
penduduk desa mengandalkan toilet umum di dekat masjid atau menggunakan area
alami, merupakan kesulitan lain yang mempengaruhi kehidupan sehari hari.
Selain itu, tidak adanya rumah sakit di desa menyebabkan
risiko serius dalam keadaan darurat. Misalnya, dalam kasus yang memerlukan
perhatian medis mendesak, seperti persalinan, satu-satunya pilihan adalah
menggunakan transportasi helikopter ke rumah sakit yang berjarak sekitar 3 jam.
Kurangnya fasilitas kesehatan yang tersedia, menunjukkan betapa terpencilnya
desa ini dan sulitnya mengakses layanan dasar.
Kesimpulannya, Sar Agha-Sed adalah desa yang melambangkan
kekuatan dan ketahanan masyarakatnya. Kehidupan di sini merupakan perpaduan
antara praktik tradisional, semangat komunitas, dan kesulitan yang ditimbulkan
oleh lokasinya yang terpencil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar