Kecelakaan kapal yang dinilai sangat merugikan industri kelautan tidak hanya menyebabkan korban jiwa, namun juga meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga dan kerabat para korban. Salah satu kecelakaan kapal yang banyak diperbincangkan adalah peristiwa tenggelamnya kapal Sewol - yang terjadi pada 16 April 2014.
Kejadian ini tidak hanya menjadi kecelakaan kapal terbesar
di Korea Selatan, tetapi juga secara internasional. Kapal ini memiliki panjang
146 Meter dan lebar 22 Meter, mampu mengangkut hingga 956 penumpang termasuk
awak kapal. Selain penumpang - kapal berbobot 6.825 ton ini juga mampu
mengangkut 180 kendaraan dan kargo reguler.
Kapal ini ditenagai oleh dua mesin diesel dan digerakkan oleh dua poros baling-baling dengan jarak tetap, yang memungkinkannya berlayar dengan kecepatan 22 knot atau 41 kmpj, dengan jarak 264 mil laut.
Dibangun pada tahun 1994, dan tidak pernah mengalami
kecelakaan apapun selama hampir 18 tahun beroperasi di Jepang.
Pada tahun 2012 MV Sewol dibeli seharga 187 milyar rupiah
oleh Chong Hygien Marine company sebuah perusahaan Maritim asal Korea Selatan.
Baca juga: Pulau Misterius Berpenghuni 20 000 Ekor Ular
Setelah diakuisisi kapal tersebut mengalami renovasi dan
modifikasi diantaranya penambahan kabin penumpang ekstra pada dek ketiga
keempat dan kelima. Selain itu, perusahaan menambah kapasitas penumpang
sebanyak 117 orang, dan berat kapal sebesar 239 ton.
Setelah renovasi kapal selesai, MV Sewol menjalani inspeksi
peraturan dan keselamatan oleh register Korea dan akhirnya mulai beroperasi
pada tanggal 15 Maret 2013 di Korea Selatan.
Kapal ini mengoperasikan tiga perjalanan pulang pergi per
minggu - setiap perjalanan satu arah, menempuh jarak 425 km dan memakan
waktu hingga 13,5 jam.
Sayangnya kesuksesan Sewol tampaknya tidak bertahan lama di
Korea Selatan, insiden tenggelamnya kapal ini dimulai ketika kapal berangkat
untuk penyeberangan ke Pulau Jeju.
Saat itu kapal feri diawaki oleh 33 awak kapal dan membawa
185 Kendaraan dengan total muatan 2.142 ton, dan 476 penumpang termasuk 325
siswa kelas 2 Danwon High School, Ansan, Korea Selatan, yang sedang dalam
perjalanan darma wisata.
Namun sebelum meninggalkan dermaga, Dinas Lalulintas Kapal
Incheon mengeluarkan peringatan jarak pandang karena kabut, hal ini menyebabkan
Asosiasi Pelayaran setempat meminta Sewol untuk menunda keberangkatannya.
Baca juga: Militer Korea Utara pamer Kekuatan, Bisakah TentaraIndonesia Mengalahkannya
Pada pukul 20.35. Dinas Lalulintas Kapal Incheon mencabut
peringatan tersebut setelah memeriksa kondisi cuaca.
Kapal yang di komandoi oleh kapten Lee Jun Seok, berangkat
sekitar pukul 9 malam, dan merupakan satu-satunya kapal yang meninggalkan
pelabuhan malam itu.
Pada pukul 08.40 pagi, para penumpang tengah menikmati
sarapan yang disajikan di kafetaria. Pada saat yang bersamaan, kapal memasuki
Selat Maenggol yang terkenal memiliki arus bawah laut yang kuat. Tak lama saat
memasuki anjungan, kapal dikendalikan oleh petugas yang belum berpengalaman,
dan harus menghadapi perairan paling ganas.
Kemudian tiba-tiba kapal berbelok tajam, miring, lalu
terbalik. Beberapa saat kemudian kapal karam di lepas pantai barat daya Korea Selatan.
Ketika kejadian tersebut terjadi, tidak ada panggilan
darurat yang dilakukan oleh awak kapal. Namun, ada seorang murid yang menelepon
stasiun pemadam kebakaran setempat untuk meminta bantuan. Dibutuhkan beberapa
waktu untuk mengidentifikasi bahwa kapal tersebut adalah Kapal Sewol. Setelah
itu, beberapa tim penyelamat dan helikopter segera menuju lokasi untuk melakukan
penyelamatan.
Baca juga: China Produksi Kapal Pesiar Super 16 Lantai Luas 40 RibuMeter Persegi yang Bikin Dunia Takjub
Tidak hanya itu, puluhan tentara dan ratusan penyelam juga
dikerahkan untuk mencari penumpang dan awak kapal yang menjadi korban. Proses
penyelamatan ini juga mendapat bantuan dari kapal perang Amerika Serikat yang
sedang berpatroli di kawasan tersebut. Dari hasil penyelamatan, sebanyak 304
penumpang dan awak kapal ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa, dan hanya 172
orang yang berhasil selamat.
Pada peristiwa tersebut, kapten kapal Lee Jun Seok menjadi
sasaran kritik dari masyarakat Korea Selatan. Pria berusia 69 tahun itu
dianggap bertanggung jawab atas keterlambatan evakuasi saat kejadian tersebut
terjadi.
Proses evakuasi baru dilakukan setengah jam setelah alarm
darurat berbunyi. Saat itu, kapten kapal terlihat di kamera mengenakan jaket
pelampung saat diselamatkan dari anjungan Sewol. Ia bahkan sengaja meninggalkan
kapal yang terbalik - dan mengabaikan kepanikan para penumpangnya.
Ketika ditanya tentang evakuasi yang lambat, Lee berargumen
bahwa ia khawatir penumpang akan terhanyut jika mereka meninggalkan kapal
dengan kondisi arus kuat.
Namun, bukti terbaru justru menunjukkan bahwa sebagian
penumpang yang selamat adalah mereka yang memilih untuk melompat ke laut.
Sementara itu, penumpang yang mengikuti perintah kapten dan tetap diam di kapal
menjadi korban yang tidak selamat.
Selain itu, Lee juga menjelaskan bahwa sebelumnya ia telah
memberikan instruksi kepada awak kapal mengenai rute yang harus diambil.
Setelah itu, ia memberikan izin untuk pergi ke kamar tidurnya, dan kecelakaan
yang menewaskan ratusan orang terjadi.
Baca juga: Seperti Apa Cara Orang Tibet Menjalani Hidup Di ketinggian,Mengapa Tubuh Mereka Sangat Kuat
Kapal yang tenggelam dengan posisi miring menyebabkan
kabin-kabin kapal terbalik, sehingga penyelam harus menyusuri lorong-lorong
sempit untuk mencari korban.
Dalam upaya pencarian tersebut, penyelam menemukan sekitar
48 jasad yang berdesakan di salah satu ruangan sempit dengan menggunakan jaket
penyelam. Kapten Angkatan Laut Kim Jin-Hwang menjelaskan bahwa temuan tersebut
diduga merupakan korban yang terjebak saat kapal miring dan mulai tenggelam.
Meskipun lokasi korban telah ditemukan, namun para penyelam
mengalami kesulitan dalam evakuasi jasad yang ditemukan. Kondisi kapal terbalik
dan segala sesuatu yang mengambang menjadi hambatan berat bagi para penyelam
dalam melakukan penyelamatan.
Tragedi yang terjadi pada 16 April 2014, yang melibatkan
tenggelamnya Kapal Sewol dianggap sebagai bencana terbesar dalam sejarah
pelayaran Korea Selatan.
Hal ini mendorong dilakukannya penyelidikan untuk mengungkapkesalahan yang menjadi penyebab peristiwa tersebut, termasuk dugaan modifikasi
kapal yang kemungkinan mempengaruhi keseimbangan kapal. Ternyata, modifikasi
tersebut dilakukan pada tahun 2013 setelah Sewol dibeli oleh perusahaan Jepang.
Baca juga: Tiongkok Habiskan 18 triliun Rupiah untuk Membangun TerusanTerbesar di Dunia, Bikin AS Khawatir
Hasil modifikasi tersebut memungkinkan penambahan kapasitas
penumpang dari 804 menjadi 921 orang. Dalam penyelidikan, aparat telah menahan
kapten dan awak kapal untuk dugaan penyelidikan kriminal.
Selain itu, penyidik juga sedang mencari 20 organisasi yang
terkait dengan operator Kapal Feri tersebut, termasuk melakukan penggeledahan
di rumah Yoo Byung Eun, seorang miliarder yang keluarganya mengoperasikan Kapal Sewol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar